Pada 13 Oktober 2024, tepat di hari ulang tahun kakak perempuanku, aku menitipkan uang kepada ibuku yang pergi ke pasar untuk belanja kebutuhan makan-makan bersama teman-teman kerja kakakku di rumah. Selain itu, aku juga menitipkan kalung emas milikku yang mulai menghitam agar dicuci di toko emas supaya kembali mengkilap. Aku pun meminta ibuku untuk membeli sepasang anting baru karena sudah beberapa bulan terakhir aku tidak memakainya. Sebelumnya, aku menggunakan anting bros yang ternyata membuat lubang di telingaku membesar. Menyebalkan sekali.
Siang itu, Ridwan, kekasihku, datang menjemput karena kami berencana berenang. Namun, tiba-tiba aku merasa kurang enak badan dan memutuskan untuk tidak berenang. Dengan spontan, aku mengajaknya ke pantai sebagai alternatif. Meskipun dadakan, kami tetap memutuskan untuk pergi. Awalnya, Ridwan memakai motor adiknya yang kondisinya kurang baik dan sempat mogok di jalan. Akhirnya, dia pulang sebentar untuk menukar motor dan berganti baju.
Sesampainya di rumah Ridwan, aku melihat ibunya sedang makan liwetan bersama tetangga dan kakak perempuannya. Aku pun menggendong keponakannya yang masih berusia satu tahun. Setelah itu, Ridwan mengantar kakaknya membeli sapu karena sapu di rumah mereka hilang, dan aku menunggu di rumah.
Setelah urusan selesai, kami melanjutkan perjalanan menuju Cikembar, Sukabumi. Namun, tiba-tiba kepalaku terasa pusing. Kami berhenti sejenak di tempat Brilink untuk menarik uang dan kemudian mampir ke warung nasi Padang. Setelah makan, pusingku mulai reda—mungkin karena aku masuk angin setelah sebelumnya hanya makan bubur akibat baru mengganti karet behel.
Ridwan kemudian spontan mengajakku ke Pantai Loji. Namun, setelah sampai di sana, kami merasa tempatnya lebih cocok untuk memancing, bukan bersantai di pantai. Pemandangannya memang luar biasa dengan gunung-gunung yang menjulang, tetapi panasnya perjalanan membuat badan terasa lengket dan gerah. Kami tiba di Pantai Cibangban, Pelabuhan Ratu, sekitar pukul 4 sore.
Sebelum turun ke pantai, aku sebenarnya ingin berfoto di alun-alun Pelabuhan Ratu saat azan Ashar berkumandang, tetapi kami merasa sungkan karena tempat tersebut digunakan untuk ibadah. Setelah itu, kami menuju pantai, namun gerimis tiba-tiba turun, sehingga kami memutuskan untuk membeli cilok ikan terlebih dahulu. Tak lama kemudian, hujan deras mengguyur dan kami berteduh di warung pinggir pantai sambil menikmati es kelapa. Hujan begitu deras sehingga kami tidak bisa melihat sunset. Sedih rasanya.
Setelah hujan mulai reda, kami kembali ke pantai, namun hari sudah mulai gelap dan hasil foto pun tidak bagus karena kurangnya cahaya. Sebelum itu, kami sempat kesulitan mencari konter untuk membeli kabel data karena ponsel Ridwan kehabisan baterai. Untungnya, aku membawa power bank. Akhirnya, kami menemukan konter dan membeli kabel data seharga 20 ribu rupiah.
Kami tetap mengambil beberapa foto dengan tripod meskipun kondisi sudah gelap. Di sekitar kami, ada beberapa orang lain yang juga sedang berfoto. Ridwan kemudian berkata, “Jangan bilang gagal, hujan itu berkah.” Kami pun pulang melewati jalur Cikembar, menghindari jalur Cikidang karena sudah malam dan takut ada begal.
Sebelum benar-benar pulang, kami sempat mampir untuk membeli bakso ikan mentah sebagai oleh-oleh. Setelah itu, kami langsung pulang. Ah, cukup sampai di sini dulu ceritaku. Waktu menunjukkan pukul 14.54 dan azan Ashar berkumandang.
Komentar
Posting Komentar